Berkat beberapa kejadian yang menyinggung isu sosial dan politik, hingar-bingar sosialisasi APBN 2019 nyaris tidak terlalu terdengar. Padahal, ada ihwal yang menarik di dalamnya.
Misalnya terkait volume APBN yang meningkat signifikan dari outlook APBN 2018 sebesar Rp2.217,3 triliun yang akan digenjot menjadi Rp2.461,1 triliun pada APBN 2019. Dari situ tam pak ada ke naikan sekitar Rp243,8 triliun seandainya kedua nya mampu direalisasikan se cara utuh. Kesan pertama yang menge mu ka, tentu terlihat be tapa peme rin tah merasa perlu hadir untuk menjaga kontinuitas pem ba ngun an. Kendati dina mika poli tik dan sosial yang terjadi saat ini sudah sulit surut, rasanya akan cukup melegakan jika peme rintah memilih untuk tidak ter lena dan tetap terfokus melan jutkan visi pembangunan yang sudah dicanangkan.
Ihwal kenaikan signifikan volume APBN 2019 juga bisa berdampak ganda dan ber po tensi memunculkan persoalan baru. Pasalnya, dengan target yang angka yang masih di ba wah nya saja pada APBN 2018 tam pak sulit mencapai titik puncaknya. Apalagi tahun de pan kita juga tengah meng ha dapi pemilu legislatif dan pre siden. Yang pe nulis kha wa tir kan, konsen trasi pemerintah dan wakil rakyat di legislatif akan semakin terpecah karena ma singmasing pihak juga memburu untuk mem per ta han kan kursi jabatannya. Andaikata kekhawa tir an kita ini ternyata tidak sampai ter jadi, kita patut angkat topi un tuk tekad kuat peme rintah, se ba gaimana yang sudah pe – nu lis ulas pada artikel sepekan yang lalu.
Pembahasan APBN 2019 yang terasa kurang terlalu meriah dibandingkan tahun-ta – hun sebelumnya juga turut melahirkan sebuah misteri. Bebera pa isu penting seperti apa – kah alokasi belanja infra struktur akan berubah, ataukah ba – gai mana strategi pengelolaan pe nerimaan pajak yang se ma – kin mendominasi total pen dapat an tampaknya, juga mulai meredup. Selain itu, alokasi belanja subsidi yang berpotensi ber ku – rang karena asumsi nilai tukar yang melemah, serta ber gu – lirnya dana kelurahan yang baru diterapkan pada tahun depan, juga tampaknya tidak terlalu booming. Apakah atensi masya – ra kat mulai lebih banyak terse – dot pada isu sosial-politik ke – timbang rencana kebijakan penganggaran dan belanja negara?
Yang jelas menurut pan – dang an penulis, beberapa kebi – jakan di dalamnya dapat kita telaah dengan mendalam seka – li pun pemberitaannya tidak ter lalu menghebohkan. Dari sisi pendapatan, tam – pak nya pemerintah ingin se makin memantapkan penerimaan per pajakan di dalam struktur pendapatan negara. Jika nan tinya hasil penerimaan per pajakan sesuai dengan target yang di canangkan, sekitar Rp1.786,4 triliun(82,51%) dari total penda patan negara yang ditar get – kan Rp2.165,1 triliun akan diha silkan dari pajak. Target pertumbuhannya pun terbilang cukup fantastis di kisaran 15,36%, dari target outlook perpajakan APBN 2018 sekitar Rp1.548,5 triliun. Padahal, tren realisasi pertumbuhan perpajakan selama 2015-2017 hanya ter capai rata-rata sekitar 5,43% per tahun.
Keberanian mening kat kan target pajak juga diim bangi dengan target kenaikan tax ratio dari outlook APBN 2018 sebesar 11,6% tahun depan akan men – jadi 12,2%. Sebuah tar get yang bisa kita bilang cu kup berat ka – rena realisasi pada 2017 kemarin hanya terpenuhi 10,7% dan men jadi yang te ren dah sejak 2012. Namun, sekali lagi upaya ini tetap patut kita apresiasi. Kemudian dari sisi belanja negara, total belanja APBN 2019 akan meningkat menjadi Rp2.461,1 triliun (tumbuh 11% dari outlook APBN 2018). Se mua komponen belanja, baik belanja pemerintah pusat mau pun transfer ke daerah dan desa (TKDD) mengalami kenaikan masing-masing sebesar 12,43% dan 8,28%. Proporsi TKDD semakin ditingkatkan untuk meng genjot kemampuan pe layanan di daerah dan desa serta me laksanakan kepentingan (pro gram) pemerintah pusat di daerah.
Dana desa yang tahun ini dialokasikan sebesar Rp60 triliun mengalami kenaikan Rp10 triliun menjadi Rp70 tri liun. Nah, yang menarik dari proses penganggaran untuk ta hun depan ialah alokasi dana kelurahan bagi 8.212 kelurahan yang tersebar di 410 kabu paten/kota. Angka nominalnya di tetapkan secara agregat se besar Rp3 triliun. Fungsi dari dana kelurahan ini ditujukan untuk me ningkatkan pelayanan publik di setiap kelurahan. Pro porsinya pun sementara ini me – mang tidak disetarakan dengan besaran dana desa karena sifatnya digarisbawahi oleh pe – merintah pusat untuk me lengkapi komitmen keuangan peme rintah daerah melalui APBD.
Selain itu, peran dasar (otoritas dan otonomi) pemerintah kelurahan dan pemerintah desa juga relatif terdapat beberapa per bedaan mendasar. Kita perlu mema hami bahwa skema penge lolaan dana kelurahan relatif ber – beda dengan skema dana desa. Komponen belanja menarik lainnya adalah alokasi pem – bangunan infrastruktur. Yang jelas, nominal anggaran untuk pembangunan infrastruktur sejauh ini terlihat meningkat dari Rp410,4 triliun pada APBN 2018 meningkat menjadi Rp415 triliun pada 2019. Na – mun, dari sisi level per tum bu h – annya tahun depan akan lebih rendah daripada tahun sebelum nya. Tahun depan anggaran infrastruktur meningkat hanya 2,4% setelah sebelumnya sejak 2015 dua kali kita men da patkan kenaikan persentase hing – ga dua digit.
Namun, penu runan persentase tersebut tidak bisa kita tafsirkan sebagai peru – bah an iktikad pemerintah, melainkan karena ada penyegaran struktural untuk melibatkan lebih dalam lagi peran BUMN/D dan swasta pada beberapa jenis pembiayaan infrastruktur pro – duktif. Langkah maju peme rintah untuk mengedepankan pem – biayaan non-APBN sudah cukup baik agar bisa direa lo ka – sikan untuk kepentingan pem – bangunan lainnya. Langkah perbaikan lainnya juga ditu ju – kan pada perbaikan eksekusi proyek infrastruktur, peningkat an koordinasi lintas sektoral ter masuk dengan pemda, serta pemberdayaan BUMN dan swasta melalui skema kemi tra – an pemerintah-badan usaha ava ilibility payment (KPBU AP).
Keperluan subsidi dan per – lin dungan sosial/kese jahtera – an juga mengalami penye suai – an. Nilai agregat subsidi tercatat mengalami penurunan jika dibandingkan dengan outlook APBN 2018, yakni Rp224,3 tri – liun berbanding dengan Rp228,2 triliun. Tahun ini alo kasi subsidi energi secara agre – gat berada pada posisi Rp163,5 triliun, sedangkan tahun depan lebih rendah lagi menjadi Rp160 triliun. Secara prinsip me mang ini sudah sejalan de ngan visi pe merintah yang ingin menekan subsidi energi dengan dalih untuk memberikan alo ka si dan dampak yang lebih besar melalui pembangunan infra struktur. Namun, jika diban ding kan dengan RAPBN 2019 se belum dise tujui oleh DPR sudah lebih ting gi karena dise suaikan dengan asumsi nilai tukar rupiah.
Adapun subsidi nonenergi yang digunakan untuk subsidi pupuk, subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan kredit bunga perumahan juga meng – alami penyusutan tipis dari se – belumnya Rp64,7 triliun men – jadi Rp64,3 triliun. Sementara alokasi untuk perlindungan sosial dan peningkatan kese jah – teraan melalui beberapa pro – gram bantuan sosial mengalami kenaikan baik dari sisi nominal bantuan maupun jumlah pene – rima. Program Keluarga Ha rap an (PKH) untuk 10 juta keluarga miskin peningkatan nilainya yang paling mencolok yakni dari Rp19,3 triliun menjadi Rp34,4 triliun karena dianggap paling efektif untuk menekan ke mis – kinan dan ketimpangan. Ada – pun pintu bantuan sosial lain seperti Penerima Bantuan Iuran (PBI), Bansos Pangan, Kre dit Ultra Mikro, dan Bea – siswa Bidik Misi nilainya me – ningkat karena ada eksten ti – fikasi jumlah penerima.
Tantangan Pengelolaan
Mengingat terjadinya be – berapa dinamika di lingkungan ke bijakan publik, penulis ber – pe san agar pemerintah tidak me nutup mata dengan fe no – mena-fenomena tersebut demi menjaga efektivitas kebijakan. Pertama , dengan alokasi belanja infrastruktur yang masih di kisaran angka yang cukup besar, ma ka isu-isu yang tampak meng hambat kemarin perlu se – gera dituntaskan. Yang jelas pe nulis sangat ber harap tekad be sar peme rin – tah untuk me nun taskan pembangunan infra struktur tetap terjaga.
Akan tetapi, catatan alokasi infra struktur yang banyak menjadi sumber korupsi, kegaduhan sosial akibat ada penolakan dari kelompok masya rakat yang merasa dirugikan dengan ber ba gai alasan, serta birokrasi pe nyerapan dan proses lelang pro yek, harus segera dituntaskan. Pemerintah juga perlu fokus pada target yang ditetapkan sem bari menjaga peluang alo kasi tambahan dari sumber pem biayaan non- APBN, serta tetap mem per ha tikan proses recovery pada be – bera pa daerah yang tahun ini mengalami bencana alam yang hebat.
Kedua, tantangan untuk meng genjot pendapatan neg ara akan semakin mengemuka karena beberapa kondisi. Nilai tukar yang melemah untuk beberapa saat akan sangat mungkin berdampak domino ter ha – dap perekonomian dalam negeri, terutama pada jenis produksi/konsumsi yang meng gu – nakan bahan baku impor. Se bagai negara yang meng – an dal kan konsumsi sebagai tulang punggung pereko no mian, kon disi tersebut akan cukup rawan untuk kepentingan pertum buh an ekonomi. Pada triwu lan III-2018 tingkat per tum – buhan kita sudah melemah dari 5,27% pada triwulan kedua menjadi hanya 5,17%.
Sentimen lokal dan inter na – sional juga perlu dijaga dam paknya karena berkaitan dengan daya saing investasi dan ekspor kita. Beberapa isu yang me nge – mu ka di antaranya adalah penu – run an indeks ease doing of busi – ness dan proteksi dagang dari India yang menaikkan bea masuk CPO menjadi di atas 50%. Selain itu, juga berkaitan dengan kondusivitas politik na – sional yang bisa membuat para investor akan wait and see ter hadap proyeksi kebijakan pe merin tah pada masa mendatang. Pro duksi yang rapuh akan menahan pertumbuhan pendapat an, yang pada tahap berikutnya akan menjalar kepada kekuatan konsumsi. Kita juga masih berkutat dengan ma salah tingkat kepatuhan pajak yang disebabkan faktor-faktor struktural dan kultural.
Kalau kondisinya sudah demikian, nanti penerimaan perpajakan juga akan segera terdampak. Ketiga, terkait dengan go ver – nance (tata kelola) terhadap ang – garan yang semakin besar ini. Menurut penulis, peme rin tah ingin menunjukkan ke se riusan untuk memenuhi janji yang sudah dicanangkan. Tentu ini menunjukkan bahwa pe merintah ingin berusaha hadir dalam problemati ka/hambat an pembangunan di berbagai pelosok Indonesia. Seperti pem ba – ngunan DAM di NTT yang diha – rap kan dapat meng hi langkan bottle neck pem ba ngunan di sana. Dana kelu rah an juga perlu diantisipasi per ge rakan isunya karena jangan sam pai ini diter je – mahkan se batas sebagai tujuan politik tanpa pertimbangan man faat yang luas.
Dari perspektif dae rah sangat menguntungkan kelurahan sebagai bagian dari pemerintahan daerah. Tetapi, nanti praktiknya perlu diper hatikan apakah akan tepat sasaran atau tidak. TKDD yang terus meningkat dari tahun ke tahun bisa jadi untuk menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendorong kemajuan pem bangunan dari daerah sehingga dari sini terlihat sekali keber pihakan pemerintah dalam sti mulasi pembangunan dari dae rah. Dana bansos juga perlu di ja ga jangan sampai hanya demi keuntungan politis semata dan terdapat banyak penye le weng an dalam pengelolaannya.
Da lam dua bulan terakhir ini kita disibukkan oleh berita-berita yang menyedihkan dan mengaget kan terkait dengan kepala daerah yang harus diamankan oleh KPK. Dengan begitu, ke depan tata kelola keuangan perlu dijaga agar menjurus pada kualitas pembangunan yang lebih baik.
Candra Fajri Ananda
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya