Quantcast
Channel: Berita – Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Viewing all 811 articles
Browse latest View live

Dialektika Pertumbuhan dan Pemerataan

$
0
0

SELAMA ini pemahaman kebanyakan pihak menganggap bahwa parameter keberhasilan pembangunan selalu pada seberapa banyak/cepat pertumbuhan atau kenaikan nilai tambah output seluruh aktivitas ekonomi pada periode tertentu. Dalam arti sederhana, pertumbuhan ekonomi seakan-akan diposisikan sebagai tujuan utama segala kegiatan pembangunan.

Memang dalam beberapa hal pertumbuhan menjadi sinyal adanya perubahan dan naiknya nilai aktivitas ekonomi di suatu wilayah. Semakin banyak volume aktivitas ekonomi tentu secara normatif akan menjamin kian lebarnya kesempatan kerja bagi masyarakat.

Akan tetapi dalam beberapa kasus justru kondisinya tidak selalu bersifat linier dengan indikator-indikator makroekonomi lainnya. Hal itu seperti halnya yang tengah terjadi di Indonesia dan beberapa provinsi besar di dalamnya.

Tatkala ekonomi kita terus tumbuh dengan kadar kecepatan yang naik-turun, tren ketimpangan pendapatan antarwilayah dan kelompok pendapatan justru ikut melonjak di sela-sela prestasi pertumbuhan. Kalau sudah demikian, tandanya proses pertumbuhan ekonomi kita sedang kurang terkawal dengan baik.

Jika tidak kita evaluasi dan segera mencari solusinya, penulis khawatir ke depannya hal-hal yang kurang terperhatikan seperti ini akan membuat kinerja pembangunan kita terpelanting dari jalur yang semestinya dilalui. Minimal konflik akibat kecemburuan sosial akan terus mengganggu stabilitas sosial dan juga mungkin akan menghambat aktivitas bisnis dalam negeri. Kita tentu tidak ingin hal-hal yang seperti ini pelan-pelan terus menggerogoti perjuangan kita.

Beberapa ihwal mendasar yang membuat pertumbuhan kita tidak sepenuhnya menunjang pemerataan adalah akibat kita yang lebih terpusat pada orientasi peningkatan output. Kita kurang adil dengan terkadang tidak berpikir tentang berapa banyak masyarakat yang terlibat, termasuk siapa saja yang memiliki dan menguasai sumber daya ekonomi, apalagi seberapa besar kerusakan lingkungan yang ditimbulkan atas aktivitas ekonomi yang dilakukan.

Dengan demikian beberapa pihak, khususnya yang termasuk golongan marginal, nyaris tidak terdengar bagaimana kiprahnya dalam pertumbuhan ekonomi. Pembangunan sosial ekonomi yang menjurus pada ketimpangan menandakan belum terbentuknya skema pertumbuhan ekonomi inklusif. Pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati segelintir orang kendati telah mengeksploitasi banyak sumber daya ekonomi yang tersedia di dalam negeri.

Paradigma pembangunan yang muncul belakangan ini seperti menguat untuk mendukung adanya fokus penurunan ketimpangan. Pemerataan pembangunan didorong menjadi isu yang lebih utama dalam membangun suatu wilayah dan negara.

Dalam kondisi eksisting, beberapa negara digambarkan lebih banyak menggunakan instrumen negara yang ada di garda depannya dengan berorientasi yang lebih condong pada pertumbuhan yang semakin tinggi. Dan ternyata dalam praktiknya negara-negara berkembang lebih banyak menghadapi tantangan internal, terutama kesiapan kelembagaan, peraturan, dan hukum yang kurang berwibawa untuk menjadi kerangka regulasi bagi seluruh aktivitas ekonomi dan sosial politik.

Dampaknya sebagian perilaku pasar menjadi sangat kejam dan penuh ketidakadilan. Kerusakan sosial dan lingkungan menjadi permasalahan yang tiap hari persoalannya kian menumpuk. Kalau tidak ada instrumen publik yang membatasinya, sepertinya kita akan sulit memenuhi ekspektasi pembangunan berkelanjutan.

Hal yang lebih membuat hati ini teriris adalah kebijakan industrialisasi yang kecenderungannya lebih banyak memakan eksistensi sektor-sektor lainnya, terutama sektor pertanian. Lahan pertanian sudah sangat banyak yang dikonversi untuk membangun sarana dan prasarana industri, mulai dari gedung industri, akses transportasi, hingga berbagai jenis infrastruktur lainnya.

Memang ada sebagian petani yang mampu terlibat dalam industrialisasi dengan menjadi buruh pabrikan, tetapi tidak sedikit yang lantas kehilangan mata pencaharian dan jati diri sosialnya. Petani-petani kita banyak yang sekadar hanya menjadi penonton ketika ribuan beton ditanam di bekas lahan usahanya atas nama “pembangunan”.

Fenomena-fenomena ini yang sering kali diangkat menjadi topik diskusi dan kebijakan oleh para ahli di bidang sosial ekonomi. Ketimpangan dan faktor-faktor sosial yang imbalance bukan hanya akibat mekanisme pasar yang terlalu kanibal.

Kebijakan struktural pun tak kalah berdosanya. Andaikan jenis-jenis industri lebih mengutamakan penggunaan sumber daya lokal (mulai dari SDA, SDM, dan kultur setempat), disertai adanya integrasi antarsektor dan ada tindakan yang menjembatani fase transisinya (misalnya dari petani tradisional menjadi petani industri), mungkin industrialisasi akan menjadi karpet merah bagi pertumbuhan ekonomi inklusif.

Ada indikasi bahwa munculnya ketimpangan disebabkan tidak diikutsertakannya sumber daya lokal dengan jumlah yang proporsional dalam pembangunan. Karenanya yang menikmati pembangunan tidak cukup banyak atau bahkan terkesan seperti sengaja “meninggalkan”.

Pemerataan dan Fungsi Negara
Pemerataan, partisipasi, dan budaya negara yang bersih menjadi isu penting di dalam pembangunan di negara-negara berkembang. Terutama setelah negara-negara dengan sistem ekonomi yang tidak melulu mengejar pertumbuhan sebagai tujuan utama menunjukkan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.

Apalagi saat ini ukuran-ukuran keberhasilan disusun lebih komprehensif seperti happiness index (indeks kebahagiaan) yang menggambarkan hubungan antara pembangunan ekonomi dan dampaknya terhadap stabilitas mental sosial masyarakat sebagai referensi keberhasilan. Hasilnya pun terbilang mengagetkan, negara seperti Selandia Baru dan Finlandia merupakan negara dengan tingkat kebahagiaan yang sangat tinggi di dunia.

Sebagian besar negara-negara dengan happiness index yang tinggi ternyata juga menjadi negara dengan CPI (Corruption Perception Index) yang sangat rendah. Sepertinya pola-pola pembangunan seperti ini yang lantas perlu kita gubah.

Upaya ke depan bisa diawali dengan mencari bagaimana cara agar kita mampu mewujudkan sistem pemerintahan yang selalu hadir di tengah-tengah kebutuhan masyarakat. Kita juga berharap agar tata kelola pemerintahan dapat berjalan dengan baik dan bersih. Dalam 10 bulan ke depan kita akan menghadapi fase penting di dalam penyelenggaraan negara yang lebih bersih, lebih kuat, dan lebih berwibawa.

Momentum Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 akan menjadi sangat menentukan karena kita diberi ruang untuk memilih siapa saja wakil-wakil kita di kursi eksekutif dan legislatif. Track record calon-calon pemimpin sudah layak mulai kita gali baik secara personal maupun komunal (partai yang menaungi atau mendukungnya) sebagai bahan pertimbangan. Karena nyaris semua politisi sulit untuk bertindak normatif sehingga kita perlu mempertimbangkan mana calon yang paling sedikit mudaratnya ketika yang ideal sulit didapatkan.

Adapun hubungan antara pemerintahan dan pembangunan itu memiliki banyak jalan relasi. Pertama, pemerintah memiliki sumber daya kekuasaan untuk mengelola SDM (aparatur sipil negara/ASN) dan keuangan negara untuk mencapai visi-misinya.

Di dalam pengelolaan itu sendiri terdapat pola perencanaan, administrasi pelaksanaan, evaluasi kinerja hingga nanti sampai pertanggungjawaban penggunaan sumber daya negara. Jika kita memiliki karakter pemimpin yang kurang selaras dengan visi pembangunan nasional (yang riil, di luar visi-misi yang dicapai kandidat/partisan politik), kita patut khawatir persoalan yang terjadi pada bangsa kita akan tertunda (atau bahkan lebih parah) lagi pengentasannya.

Kedua, pemerintah memiliki hak untuk menyelenggarakan birokrasi beserta produk-produk turunannya (regulasi atau peraturan perundang-undangan). Otomatis kewenangan tersebut bisa berpeluang ganda, yakni melahirkan insentif (dorongan) dan/atau hambatan khususnya terhadap lapangan usaha.

Kendati pemerintah sering kali mengungkapkan bahwa peraturan dibuat untuk mendorong perekonomian kita menjadi tertib dan terarah, pada kenyataannya belum tentu selalu berjalan relevan. Jika pemerintah tidak memperhatikan dengan saksama, daya saing investasi dan produksi beserta dampak-dampak positif lainnya akan menjadi terhambat.

Nah, untuk ke depannya ada baiknya jika kebijakan pemerintah lebih terfokus pada aspek pendidikan, peningkatan skills SDM, dan infrastruktur (aksesibilitas, konektivitas) sebagai kunci pembangunan. Pembangunan secara fisik melalui proyek-proyek infrastruktur belum tentu linier dengan proses pemerataan pembangunan. Karena bagaimanapun ada faktor SDM yang fungsinya nanti sebagai pengelola sarana-prasarana yang telah dibangun agar memiliki nilai tambah yang optimal.

Ketiganya harus dibangun secara merata agar kapasitas daya pembangunan tidak timpang seperti yang terjadi saat ini. Alhasil pemerintah juga perlu melakukan tindakan asimetris dengan mempertimbangkan kondisi eksisting. Bagi daerah dan individu yang sedang tertinggal, ada baiknya terus didorong dengan alokasi kebijakan yang bermuara pada peningkatan produktivitas dan pendapatan.

Sementara bagi daerah atau individu yang terbilang sudah cukup mapan, tinggal diarahkan untuk menjaga stabilitas kinerjanya dan syukur-syukur bisa berkolaborasi dengan yang tertinggal agar ada transfer knowledge, ability, dan mentality. Dengan infrastruktur yang baik, kita berharap akan memperbaiki sistem distribusi, logistik, dan tata niaga yang lebih baik.

Selain itu bertujuan agar biaya transaksi bisa kian ditekan dan memperbaiki daya saing produksi kita. Faktor SDM yang didukung pendidikan yang baik akan memudahkan kita untuk mewujudkan tata kelola yang baik––bisa dari sisi usaha swasta dan/atau birokrasi pemerintah agar kinerjanya menjadi lebih efektif dan efisien.

Demokrasi yang sedang kita bangun ini semoga ke depannya dapat menjadi lebih berkualitas (bernorma dan bertata nilai). Salah satu ciri utama keberhasilan berdemokrasi adalah ketika semakin banyak pihak yang terlibat dan merasa bahagia dengan apa yang sedang dibangun secara bersama-sama, baik oleh pemerintah maupun oleh swasta. Jika pemerataan masih sulit diselesaikan, patut kita pertanyakan apa yang salah dari sistem demokrasi kita?

Candra Fajri Ananda
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya


Gelar Produk Program Kreativitas Mahasiswa FEB UB dalam Expo PKM 2018

$
0
0
Sumber : @Univ_Brawijaya

MALANG – Universitas Brawijaya dikenal sebagai institusi nomor satu dalam hal pengembangan kreativitas mahasiswanya. Hal ini dibuktikan dengan diraihnya predikat Juara Umum PIMNAS sebanyak 6 kali dan 3 diantaranya merupakan kemenangan berturut-turut, yaitu tahun 2015, 2016, dan 2017. Tak mau ketinggalan, pada tahun 2018 ini, FEB UB juga turut mengirimkan wakilnya dalam ajang PIMNAS 31 yang akan di selenggarakan di Universitas Negeri Yogyakarta.

Dalam ajang Expo Gelar Produk PKM UB 2018, terdapat tiga tim dari FEB yang turut serta dalam kegiatan ini. Mereka ialah Mang.id (PKM-T), Rollab (PKM-K), dan Metamorphose Home (PKM-M). Kegiatan yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 7 Juli 2018 ini bertempat di Lapangan Rektorat UB dan digelar bersamaan dengan prosesi wisuda periode XII, sehingga menambah ramai suasana expo.

Sebagai produk PKM teknologi, Mang.Id merupakan produk berbasis aplikasi android yang bertujuan untuk memudahkan para pelaku UMKM dalam memasarkan produknya. Ide pembuatan aplikasi ini dilandasi oleh sulitnya para produsen UMKM untuk mempromosikan produk mereka guna dikenal masyarakat secara luas. Dengan adanya Mang.Id diharapkan para produsen tersebut dapat melakukan promosi produk dengan mudah dan berbiaya rendah serta meningkatkan omzet penjualan mereka nantinya.

Sedangkan Rollab ialah perwujudan dari PKM Kewirausahaan mahasiswa FEB yang berbasiskan start up guna memaksimalkan peluang dari public space yang tidak terpakai. Dengan dilatarbelakangi oleh banyaknya ruang publik di Kota Malang yang masih “kosong”, muncullah ide untuk memanfaatkan ruang tersebut sebagai partner kerja dalam pemutaran film. Selain itu, Rollab juga hadir untuk menyediakan kesempatan bagi para movie maker guna mengaktualisasikan produknya.

Terakhir, Metamorphose Home merupakan suatu produk PKM Pengabdian Masyarakat yang bertujuan untuk memberdayakan para penyandang disabilitas di Kota Malang supaya dapat meningkatkan kesejahteraan dirinya. Hal ini dilandasi oleh semangat para anggota tim yang merasa bahwa para penyandang disabilitas tidak mempunyai produktivitas yang stabil, sehingga mempengaruhi kondisi ekonomi dirinya. Kemudian muncullah ide untuk membentuk Metamorphose Home dalam beberapa kelas dan pelatihan yang meningkatkan kapasitas para penyandang difabel sehingga mampu bersaing didunia kerja.

Legacy Pembangunan

$
0
0

PEMBANGUNAN adalah suatu proses kemajuan yang selalu diharapkan terjadi secara berkesinambungan di suatu negara. Akan tetapi akselerasinya cukup beragam. Ada yang bisa berjalan cepat, ada pula yang lambat, macet (stagnasi), atau bahkan menurun (degradasi).

Beberapa negara di Eropa telah mengalami proses pembangunan yang sudah cukup matang seperti pembangunan secara kelembagaan, termasuk di dalamnya terkait dengan etika dan kepatuhan (compliance) yang telah mapan. Dan tentu saja untuk mencapai kondisi seperti itu mereka telah melewati serangkaian proses jatuh bangun yang berbuah pada terwujudnya kestabilan nasional yang mengagumkan.

Negara-negara ini telah mampu melewati fase yang paling penting dalam bernegara, yakni mengantarkan tatanan hukum yang tegas dan budaya yang sehat sehingga tercipta kestabilan yang turut menjadi bagian penting dari kerangka kelembagaan (institutional framework) dan mendukung proses pembangunan ekonomi suatu bangsa. Kerangka kelembagaan bisa dianggap sebagai panduan bagi para usahawan pembangunan.

Sementara itu di Indonesia sendiri kita sering kali berhadap-hadapan dengan desain kelembagaan yang disebut-sebut berbiaya ekonomi cukup tinggi. Katakanlah dari segi perencanaan kebijakan sering kali terjadi tumpang tindih kebijakan beserta tata aturannya yang terkadang berganti-ganti dalam waktu yang berdekatan.

Akibatnya banyak pelaksana (baik dari unsur pemerintah maupun masyarakat) yang geraknya serba-kebingungan dan takut untuk menegakkan kebijakan-kebijakan karena kurangnya kepastian hukum. Padahal adanya kerangka kelembagaan yang jelas dan kuat akan mempermudah seluruh cipta dan karsa (kebijakan) masyarakat serta negara untuk mengisi ruang yang sudah dibentuk oleh kejelasan hukum dengan tata aturan yang mengikat. Alhasil kita sering kali menyaksikan berbagai bentuk kinerja pemerintah yang output-nya cenderung kurang efektif (kurang tepat sasaran) dan kurang efisien (berbiaya tinggi).

Muasalnya disinyalir berangkat dari sistem kepemimpinan yang kurang lugas dan cermat, khususnya ketika organisasi yang sedang dipimpin menghadapi pilihan-pilihan yang paradoksal. Dalam kondisi tertentu, kepemimpinan memang harus berani melakukan sesuatu untuk mengisi ruang yang sudah diikat dengan kerangka kelembagaan yang kuat tersebut di mana pemimpin tersebut akan berhadapan dengan pilihan-pilihan yang lebih pendek (pragmatis) atau yang berjangka panjang.

Hal mendasar yang perlu dipahami adalah bahwa tidak ada kebijakan yang diambil yang dapat memuaskan 100% masyarakat. Karena dengan latar belakang golongan dan kepentingan yang sangat beragam, seorang pemimpin harus bersiap dengan munculnya berbagai respons yang terkadang bertentangan.

Dengan kata lain, akan selalu ada trade off dalam setiap kebijakan dan pemimpin yang baik adalah yang mampu mendeteksi kekurangan serta mengelolanya agar menjadi lebih baik hingga terus berkurang dampak negatifnya, khususnya dari kelompok yang kurang puas dengan kebijakan yang diambilnya.

Hal serupa juga pernah terjadi (atau bahkan masih berlangsung) di Eropa. Di sana banyak pemimpin dan kelompok kepentingan yang bertarung untuk menegakkan tata aturan dan norma hukum hingga pada akhirnya ditemukan desain kelembagaan yang paling sesuai dengan kondisi bangsanya. Sistem pendidikan dan kultur sosial yang modern (dari sisi pengelolaan yang efektif dan efisien) dipadukan dengan semangat politisinya yang ingin negaranya bisa lebih baik, minimal bila dibandingkan dengan para tetangganya.

Kita tentu tidak ingin kalah dengan semangat negara-negara Eropa. Apalagi tidak semua negara di dunia memiliki karakteristik potensi sebesar yang kita miliki saat ini.

Kita memiliki sumber daya manusia dengan jumlah yang sangat banyak. Sumber daya alam yang ada di perut dan permukaan bumi Indonesia juga sangat beragam dan melimpah ruah. Kalau sampai negara kita tidak kunjung berkembang pesat, tandanya ada yang salah dalam sistem pengelolaannya. Potensi secara kuantitas belum dipadukan dengan kualitas yang mumpuni.

Tentunya kita juga tidak bisa terjebak dengan menyalahkan “dosa-dosa” pemimpin di masa lalu. Ketika kita tahu bahwa ada berbagai macam kekurangan dalam pengelolaan negara di masa-masa lampau, sebagai insan yang terdidik dan bermoral sudah sepantasnya kita justru harus perlahan-lahan memperbaikinya. Tujuannya agar kelak anak cucu kita tidak lantas terjebak seperti kita dengan hanya bisa menyalahkan masa lalu.

Legacy kebijakan teramat penting untuk diarahkan agar memiliki manfaat dalam jangka panjang. Setidaknya agar nanti mereka (generasi mendatang) sudah memiliki field yang rapi dan kuat untuk melanjutkan pembangunan bangsanya.

Contoh yang paling nyata adalah terkait kebijakan kontrak karya Freeport. Banyak kalangan yang menilai bahwa ini adalah warisan yang buruk dari era Orde Baru. Mereka yang menandatangani, lantas generasi sekarang seperti kebakaran jenggot karena menganggap kita hanya mendapatkan kue yang minimalis atas eksploitasi tambang dengan potensi yang hasilnya sangat menggiurkan.

Dan di era Presiden Joko Widodo sekarang ini, beberapa agennya (menteri dan beberapa pihak lainnya) sudah mulai membuat serangkaian langkah maju dengan melakukan divestasi saham dengan Freeport––kendati tidak sedikit pihak yang mempertanyakan ketepatan kebijakan tersebut. Logika yang digunakan adalah bahwa kontrak karya PT Freeport Indonesia akan usai pada 2021.

Normalnya setelah kontrak tersebut berakhir, pengelolaan akan menjadi kekuasaan absolut bagi kita (bangsa Indonesia) sebagai pemilik lahan tambang tersebut. Akan tetapi berita pasti mengenai mekanisme divestasi dan/atau peralihan kekuasaan tentang Freeport masih mengandung banyak tanda tanya. Apakah benar setelah 2021 Freeport akan sepenuhnya menjadi milik kita ataukah tidak, seharusnya pemerintah yang paling lantang menjelaskan.

Terkait dengan kebijakan divestasi pun dibutuhkan penegasan. Hal itu agar masyarakat tidak semakin mudah terbawa isu yang simpang siur sehingga nanti kita lagi-lagi akan terbelah dengan perbedaan pendapat. Apalagi dana yang digunakan untuk divestasi sangat besar meskipun (jika itu benar) asalnya bukan dari APBN murni, melainkan patungan dengan PT Inalum selaku BUMN di bidang pertambangan SDA.

Menjelang memasuki fase-fase puncak pemilihan presiden dan anggota legislatif pada 2019, kita perlu lebih berhati-hati sebelum menentukan pilihan siapa yang nantikan akan menjadi “wakil” kita. Kita tentu berharap agar orang-orang yang baik, cerdas, tangguh, dan adil menjadi pemimpin-pemimpin di pucuk kekuasaan.

Selain itu mereka juga harus berani mengutamakan kepentingan rakyatnya di atas kepentingan partai ataupun golongannya. Keberanian untuk berbuat baik (tanpa rasa takut akan kerugian atau tidak populer) tentu sangat diperlukan.

Pemimpin yang takut membuat keputusan (yang positif) akan menghambat laju pembangunan karena pemerintah atau unit usaha pemerintah di bawahnya bisa terjebak dengan “takut” untuk melakukan breakthrough dalam menjalankan bisnisnya (obsession of fear). Kita sangat membutuhkan gaya kepemimpinan yang lurus kepentingannya dan 100% memikirkan pembangunan bagi rakyatnya. Mereka perlu yakin bahwa peninggalan yang baik akan terus dikenang (legacy) dan bisa menjadi dasar kebijakan berikutnya sehingga dasar-dasar kebijakan perlu diawali niat yang tulus untuk membangun bangsanya, tidak hanya untuk kepentingan golongannya.

Kita juga perlu menyemangati agar para pemimpin kita pada saat ini dapat terus melakukan sesuatu yang baik tanpa perlu khawatir bahwa yang tidak puas akan selalu melawan atau protes. Tentunya perlu dibekali perencanaan pembangunan yang baik, sistem komunikasi yang efektif, dan kerangka kelembagaan yang efisien yang bersumber pada kepentingan masyarakat sebagai keutamaannya.

Melalui itu semua, kelemahan tersebut seharusnya akan lebih mudah dikelola dan diselesaikan. Setidaknya masyarakat akan setia berdiri di belakang pemerintah sebagai pengawal jalannya pembangunan yang tengah diupayakan. Dengan demikian kerangka kelembagaan yang berupa tata aturan, norma hukum, dan penegakan hukum akan memandu seorang pemimpin untuk membuat legacy yang akan dikenang anak cucu dan keberlangsungan negara kita.

Dalam kondisi yang sebaliknya, jika seorang pemimpin justru tidak mampu bertindak arif dan adil, lambat laun mereka kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Bisa dibayangkan jika semua berpikir pragmatis dan berjangka pendek, ini berarti mereka tidak pada jalan membangun bangsa dan tidak akan ada legacy positif yang dapat ditinggalkan. Jangan sampai penyusunan hukum dan aturan main yang ditegakkan saat ini hanyalah untuk kepentingan sesaat dan interest kalangan tertentu.

Yakin saja bahwa kebenaran masih dipegang teguh oleh sebagian besar masyarakat kita. Oleh karena itu, untuk para pemimpin kita saat ini dan di masa-masa yang akan datang, bangunlah bangsa ini dengan perjuangan dan legacy yang dapat terus dikenang. Amin.

Candra Fajri Ananda
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya

Bahas PKM, BEM FEB UI Berkunjung ke LSME FEB UB

$
0
0

Malang – Hari ini (25/7) BEM FEB UI bertandang ke FEB UB dalam rangka silaturrahmi dan sharing mengenai PKM di FEB UB dengan lembaga LSME FEB UB. Acara berlangsung di GU1.3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, dengan dihadiri oleh Kepala Departemen Keilmuan BEM FEB UI serta tujuh orang anggotanya, dan Pengurus Harian LSME FEB UB beserta anggotanya.

Raka (Kepala Departemen Keilmuan BEM FEB UI) memaparkan bahwa minat terhadap PKM di UI, khususnya FEB masih sangat kurang, sehingga Raka bersama anggota departemennya sengaja jauh-jauh melakukan visitasi ke Malang untuk mencari tahu strategi apa yang digunakan LSME FEB UB untuk meningkatkan minat PKM pada mahasiswanya.

Dari pihak LSME pun memaparkan bahwa untuk meningkatkan minat mahasiswa mengikuti PKM, dari pihak fakultas maupun universitas telah memberikan reward bagi mahasiswa yang lolos PIMNAS. “Kalau di FEB UB, mahasiswa bisa bebas magang dengan cara konversi sertifikat, baik lomba, kepanitiaan, maupun seminar”kata Dikau (Kepala Departemen Penelitian dan Penalaran LSME FEB UB).

Lebih mendalam, kedua lembaga tidak hanya sharing mengenai minat mahasiswa untuk megikuti PKM, namun juga membahas langkah apa yang dilakukan FEB UB setelah ada tim yang lolos pendanaan, bagaimana pelaksanaan PKM Maba, danmembahas beberapa program kerja dari kedua lembaga.

Setelah adanya visitasi ini, diharapkan masing-masing lembaga dapat mengambil banyak hal positif yang dapat diimplementasikan di universitas masing-masing. “Harapannya, baik BEM FEB UI maupun LSME FEB UB dapat mengambil value-added dari masing-masing pemaparan”kata Raka.

Mahasiswa FEB UB dan Tim Raih Best Project dalam Great Indonesian Leaders Summit 2018

$
0
0

Malang – Muhammad Ridho Faza (Akuntansi 2016) telah mengikuti rangkaian kegiatan Great Indonesian Leaders Summit (GILS) 2018 pada Sabtu-Senin (21/7-23/7) di Kota Batu. Ia dan tim berhasil meraih Best Project dengan mengusulkan solusi untuk permasalahan pernikahan dini dan modern slavery dengan membentuk “BRAVE”, yaitu sebuah komunitas untuk mencapai chamber kelima SDGs.

GILS merupakan konferensi kepemimpinan Inovator Nusantara guna menciptakan gerakan kolaboratif pemuda pemudi terbaik Indonesia dalam mewujudkan Sustainable Deveopment Goals (SDGs), yang mana kali ini chamber yang diusung adalah Tanpa Kemiskinan,Tanpa Kelaparan, Kesetaraan Gender, Energi Bersih dan Terjangkau, Kota dan Pemukiman Berkelanjutan, dan Ekosistem Laut.

Mahasiswa yang kerap disapa Ridho ini menceritakan bahwa ia telah berhasil melalui beberapa tahapan seleksi hingga ia berhasil terpilih bersama 179 pemuda dari seluruh Indonesia. “Saya memilih chamber kesteraan gender, dan dalam chamber ini terdapat 29 orang, paling sedikit diantara chamber yang lain”paparnya.

Ridho juga menceritakan setiap rangkaian yang ia jalani selama tiga hari itu, mulai dari Mega Conference yang menghadirkan Indriana Nugraheni (Manajer Pilar Pembangunan Tenaga Hukum dan Tata Kelola SDGs, BPPNI), Jackie Yap (Founder dan CEO HiGi Energy Malaysia), Rahyang Nusantara (Network Coordinator SDSN Youth Indonesia), dan Lucky Perdana (Public figure). Kemudian Batu Engagement, GILS Night Project, Coaching, GILS Night Out, Outbond, dan Batu City Tour.

Bagi Ridho, yang paling berkesan adalah saat Batu Engagement.  Ia dan tim dilokasikan di Sekolah Perempuan Desa (SPD) Batu. “SPD ini fokusannya untuk ibu rumah tangga di desa, tujuannya untuk mengubah pemikiran dan lifestyle wanita desa dengan mengadakan pelatihan salon, diajari cara menyampaikan aspirasi dan lain-lain dengan harapan dapat memaksimalkan potensi wanita desa”papar Ridho.

Sedangkan yang paling mendebarkan dan menyenangkan bagi Ridho adalah saat GILS Night Out. Dimana tiap chamber harus mempresentasikan projectnya di depan juri yang berasal dari Pemkot Batu, Kemenpora, dan CO-Founder IN si array. Ia dan tim sempat pesimis, namun apapun hasilnya ia dan tim tetap berkomitmen untuk melaksanakan project yang telah dirumuskan. “Kita sudah berkomitmen akan tetap melaksanakan project ini, apapun yang terjadi”katanya. Namun, pesimis itu lenyap saat diumumkan bahwa projectnya terpilih sebagai Best Project.

Mahasiswa yang diamanahi sebagai Bendahara dalam Project BRAVE ini juga membocorkan sedikit mengenai projectnya yang akan dikemas dalam dua event, yakni campaign dan pendidikan (psycological support). BRAVE juga akan segera launching di bulan September. Meski terkendala SDM yang tersebar di seluruh Indonesia, namun ia dan tim tak pupus harapan untuk mengubah pola pikir tentang pernikahan dini dan modern slavery di Indonesia.

Sidang Yudisium Semester Genap 2017/2018 FEB UB, 12 Mahasiswa Sandang Predikat “Dengan Pujian”

$
0
0

Malang – Kamis (26/7) telah berlangsung Sidang Yudisium oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya di Aula F lantai 7 FEB UB. Sidang ini diikuti oleh 143 mahasiswa yang berasal dari jurusan Ilmu Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi.

Acara dibuka dengan sambutan dari Wakil Dekan III FEB UB, Dr. Moh. Khusaini , SE., M.Si., MA. “Mulai hari ini saudara telah menjadi alumni FEB UB, maka pesan kami saudara harus tetap menjaga nama baik almamater setelah kembali ke masing-masing tempat tinggal saudara. Semoga ilmu yg saudara dapatkan bermanfaat untuk kemaslahatan”paparnya.

Dalam sidang yudisium ini terdapat 12 mahasiswa yang lulus dengan menyandang predikat “Dengan Pujian”.  Jumlah mahasiswa yang menyandang peredikat tersebut yakni 5 dari 35 mahasiswa Manajemen, dan 7 dari 34 mahasiswa Akuntansi. Sedangkan dari Ilmu Ekonomi menyumbang lulusan terbanyak kali ini, yaitu sebanyak 67 mahasiswa.

Dr. Moh. Khusaini , SE., M.Si., MA. juga berpesan agar mahasiswa dapat menyeimbangkan iman dan ilmu. “Dengan ilmu saudara yg semakin tinggi, derajat saudara juga semakin tinggi, tetapi harus diimbangi dgn iman. Jika seimbang iman dan ilmu, pasti saudara akan diangkat derajatnya oleh Allah”tuturnya.

MAHASISWA FEB UB TOREHKAN PRESTASI DALAM AJANG PEKSIMA TINGKAT UNIVERSITAS BRAWIJAYA TAHUN 2018

$
0
0

MALANG –  Pekan Seni Mahasiswa atau akrab disebut dengan PEKSIMA telah usai digelar oleh Universitas Brawijaya. Ajang kompetisi tahunan ini setidaknya melombakan 20 tangkai lomba yang digelar selama 4 hari berturut-turut mulai tanggal 3-6 Juli 2018. Bertempat di Studio UB TV, Wakil Ketua Pelaksana PEKSIMA tingkat universitas, Bapak Ir. Ari Wahyudi MT, juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh peserta dan panitia atas kontribusi dan peran dalam mensukseskan PEKSIMA pada tahun ini.

Tetapi perhelatan PEKSIMA pada tahun ini berhasil membuahkan kisah manis bagi kontingen mahasiswa FEB UB. Karena tim dari FEB berhasil menyabet sejumlah penghargaan bergengsi dari kompetisi ini. Diantaranya ialah :

  • Juara 1 Lomba Fotografi Hitam Putih oleh Wintang Tathyo Pradipto (Ilmu Ekonomi 2016),
  • Juara 2 Lomba Fotografi Warna oleh Wintang Tathyo Pradipto (Ilmu Ekonomi 2016),
  • Juara 2 Lomba Monolog oleh Putri Wella Handayani (Ilmu Ekonomi 2015),
  • Juara 3 Lomba Penulisan Lakon oleh Anita Arumsari (Akuntansi 2017),
  • Juara 3 Lomba Vocal Solo Dangdut Putra oleh Septian Agung Lesmana (Ilmu Ekonomi 2016)

Atas dasar prestasinya ini, Wintang membagikan sedikit pengalamannya dalam mengikuti PEKSIMA pada tahun ini. Menurut Wintang ajang PEKSIMA ini menjadi suatu batu lompatan bagi dirinya untuk semakin berprestasi didunia fotografi. “PEKSIMA tahun ini merupakan lomba fotografi yang pertama kali saya ikuti, dan saya alhamdulillah bisa langsung jadi juara satu. Jadi semacam pelecut semangat buat saya”, ujar Wintang. Dalam kompetisi ini, Wintang berharap untuk dapat terus maju di PEKSIMINAL dan PEKSIMNIAS. “Ya semoga bisa jadi juara 1 di PEKSIMINAS”, ungkapnya. Wintang pun juga menitipkan pesan kepada seluruh teman-teman FEB yang lain, supaya lebih peka lagi terhadap lomba-lomba atau kompetisi yang ada. Karena dengan mengikuti lomba atau kompetisi akan mengasah kemampuan diri dan memberikan pengalaman yang berharga bagi masa depan.

Harumkan Almamater, BEC FEB UB Raih 3 Medali Emas dalam Ajang 7th Bali International Choir Festival

$
0
0

Malang – Lagi-lagi BEC FEB UB berhasil torehkan prestasi. Tidak tanggung-tanggung, mereka meraih 3 medali emas sekaligus dalam kompetisi 7th BICF di Bali pada Selasa-Sabtu (24/7-28/7). Dalam kompetisi tingkat internasional ini, mereka mendapatkan Medali emas di kategori Championship Folklore dengan skor 85,92, kategori Folklore dengan skor 33,05, dan kategori Mixed Youth dengan skor 32,40.

Kompetisi yang diikuti oleh berbagai negara di dunia, mulai dari Canada, China, Indonesia, Japan, Latvia, Lithuania, Malaysia, Myanmar, New Zealand, Philipines, Poland, Singapore, South Korea, Thailand, USA, dan Venezuela ini merupakan event paduan suara tahunan yang diselenggarakan oleh Bandung Choral Society (BCS), yang mempertemukan tim paduan suara dari Indonesia maupun luar negeri, baik yang baru maupun yang sudah lama dibentuk.

Event ini menghadirkan dewan juri dari Indonesia dan luar negeri, seperti Miguel Felipe (USA), Catharina Leimena (Indonesia), Moe Naing (Myanmar), Karen Grylls (New Zealand), T.J. Harper (USA), Maria Guinand (Venezuela), Heechul Kim (South Korea), Saeko Hasegawa (Japan), Pearl Shangkuan (USA), Zechariah Goh (Singapore), Jae Joon Lee (South Korea), Avip Priatna (Indonesia), Daud Kosasih (Indonesia), Andreas Sugeng (Indonesia), Anna A. Poquero (Philippines), dan Joy Hirokawa (USA).

Nurrohmat Agung Kuswoyo (Akuntansi 2016) menceritakan bahwa ia bersama 29 singers dan seorang konduktor bernama Anton Muliono Sianipar telah mempersiapkan diri sejak bulan Februari untuk mengikuti event ini. Mereka membawakan lagu Dawn (Eric William Barnum) dan The Inn (Algimantas Brazinskas) dalam Mixed Youth Competition, Kaisa-Isa Niyan (Nilo Alcala) dan Benggong (Arr. Ken Steven) dalam Folklore Competition, dan satu lagu tambahan, yaitu Lingsir Wengi (Amillio Fahlevi) saat Folklore Championship.

Agung menceritakan bahwa ia dan tim sempat pesimis untuk masuk babak championship, terutama di kategori Folklore. “Pesimis di Folkore, karena itu kategori yang paling berat, tapi ternyata yang masuk championship di kategori Folklore”paparnya. Meski sempat pesimis, pada akhirnya tim BEC FEB UB berhasil mendapat medali emas di kategori tersebut.

Banjir tangis dan haru bahagia terjadi saat Awarding and Closing Ceremony di Gong Perdamaian, karena tak disangka sama sekali mereka berhasil membawa pulang 3 medali emas sekaligus di event internasional yang sangat bergengsi ini. Padahal sebelumnya mereka mengira hanya akan membawa pulang medali perak. “Benar-benar tidak menyangka mendapatkan medali emas”tutur Agung.

Agung berharap BEC FEB UB semakin solid, semakin berprestasi ke depannya, dan bisa berpartisipasi di lomba paduan suara internasional lainnya.


KM FEB UB Persiapkan Program Pembinaan Bagi Mahasiswa Baru

$
0
0

MALANG – Sebagai salah satu fakultas tertua dan terbesar yang ada di Universitas Brawijaya,  FEB UB setiap tahunnya menerima ribuan mahasiswa baru yang datang dari berbagai daerah dipenjuru negeri. Mereka yang  telah menjatuhkan pilihannya kepada FEB UB turut serta membawa segudang impian yang menunggu untuk diwujudkan. Selain itu para mahasiswa baru juga mempunyai alasan tersendiri mengapa mereka memilih FEB UB sebagai tempat menuntut ilmu. Salah satunya karena FEB UB terkenal memiliki kualitas pengajaran serta reputasi akademik yang baik.

Menjelang kedatangan mahasiswa baru, KM FEB UB juga turut berbenah diri guna menyambut datangnya sang penerus bangsa. Melalui panitia REVOLUTION 2018, KM FEB UB berusaha untuk menyajikan program pengenalan lingkungan dan pembinaan karakter bagi mahasiswa baru. Menurut Guritno Arivaan Prastama (Akuntansi 2016) selaku koordinator acara, pada tahun ini setidaknya ada tujuh nilai utama yang dibawa oleh panitia, yaitu Religiusitas, Intelektualitas, Nasionalisme, Inovatif, Kepedulian, Etika, dan Integritas. Selain itu dalam pelaksanaan hingga bulan November kedepan, panitia juga telah menyiapkan rangkaian acara yang wajib diikuti oleh mahasiswa baru, seperti Revolution Centre, Wonderful KM FEB UB, Reborn of Winner, dan akhirnya ditutup dengan Revolution Golden Night.

Hingga menjelang upacara kedatangan mahasiswa baru, panitia Revolution pun juga terus mengadakan latihan rutin guna mematangkan konsep acara dan bentuk kegiatan pembinaan nantinya. Hal ini terlihat dengan gencarnya latihan marching dan baris-berbaris yang diadakan setiap sore di lapangan parkir bawah FEB UB. Tidak lupa panitia juga mengadakan upgrading yang bertujuan guna menjalin keakraban dan mengeratkan  antarpanitia. Di lain pihak, dengan seringnya frekuensi latihan, juga menjadi tantangan tersendiri bagi panitia. Tetapi, hal itu dijelaskan oleh Pras sebagai wujud pengorbanan dari panitia. “Jadi meskipun kami merasa lelah dan capek karena terus menerus latihan. Tetapi ketika dijalani dengan keikhlasan, maka pada akhirnya kami pun juga merasa puas, karena kami dapat menyambut dan melayani adik-adik mahasiswa baru dengan kegiatan yang berkualitas serta sarat akan makna”, sambung Pras.

Mahasiswa FEB UB Berdayakan Kaum Difabel Melalui Gerakan Difabel Movement : Metamorphose Home

$
0
0
Sumber : Methamorphose Home

MALANG – Difabel dapat dimaknai sebagai seseorang dengan kemampuan yang berbeda dalam menjalankan suatu aktivitas. Perbedaan ini dapat berasal dari perbedaan kemampuan fisik ataupun perbedaan “mental” yang mereka miliki. Akibat dari perbedaan ini, para penyandang difabel memerlukan suatu perhatian khusus dari orang lain ketika ketika mereka ingin melakukan kegiatan.  Tetapi dilain pihak, para penyandang difabel ini juga mengalami tantangan tersendiri ketika mereka ingin memperoleh pekerjaan yang layak .

Atas dasar inilah, lima orang mahasiswa FEB UB, yang terdiri dari Adisti Diva (IE 2016), Dini Amalia (IE 2016), Farahiyah Dalilah (IE 2016), Rina Ervina (IE 2016), dan Elok Riskika (Akuntansi 2017) membuat suatu produk PKM Pengabdian Masyarakat yang berfokus untuk mengembangkan para penyandang difabel. Dengan mengangkat judul “Metamorphose Home : Difabel Movement Guna Meningkatkan Kesejahteraan dan Pemerataan Distribusi Tenaga Kerja Difabel di Kota Malang”, mereka telah membina kesiapan dan membantu meningkatkan produktivitas para penyandang difabel dengan menyalurkan mereka kepada perusahaan yang membutuhkan ataupun dengan membantu perusahaan dalam mengakses informasi mengenai tenaga kerja difabel. Atas bimbingan Ibu Yenny Kornitasari S.E, M.E, tim PKM ini juga berhasil memperoleh support pendanaan dari Dikti guna menjalankan programnya.

Sumber : Methamorphose Home

Dilatarbelakangi oleh adanya fakta bahwa ada 1,5 juta orang difabel yang mengalami pengangguran serta amanat dari UU No 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, mengugah mereka untuk memberikan pelatihan kepada kaum difabel di Kota Malang. Pelatihan yang diselenggarakan oleh tim ini meliputi tiga bagian utama yaitu, pelatihan emosional, yang berguna untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain, pelatihan spiritual, yang berguna untuk melatih penerimaan dan semangat diri, serta pelatihan intelektual, yang berguna untuk mengasah keterampilan motorik dari penyandang difabel. Pelatihan yang mereka berikan terbagi menjadi kelas-kelas khusus yang diberikan oleh para ahli, seperti kelas kewirausahaan, kelas fotografi, kelas memasak. Diharapkan melalui kegiatan pelatihan ini, kaum difabel dapat memanfaatkan ilmu yang telah diperoleh sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan diri mereka.

Sumber : Methamorphose Home

Selain itu tim PKM juga memberikan pendampingan khusus bagi para difabel yang ingin berwirausaha. Tim membuat suatu platform yang dinamakan Inclusi.inc. Melalui platform ini tim memberikan pendampingan permodalan, pendampingan usaha, hingga pendampingan pengembangan produk. Selain itu tim juga merekrut volunteer yang bertugas langsung untuk mendampingi para difabel dalam hal pemasaran produk, social media communication, dan desain produk. Tidak lupa tim PKM juga telah menjalin kerja sama dengan organisasi sosial yang ada di Kota Malang, seperti Geraktin Malang, LinkSos Malang, Formappi, Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia, guna mengembangkan difabel movement ini.

TRANSFORMER 2018: Pengenalan Akan Lingkungan Jurusan Ilmu Ekonomi

$
0
0
sumber : Panitia Transformer 2018

MALANG – Pengenalan lingkungan kehidupan kampus yang ada di lingkungan Universitas Brawijaya tidak hanya terpusat pada kegiatan tingkat kampus maupun tingkat fakultas. Dalam lingkup yang paling kecil,  jurusan akan lebih sering ditemui oleh para mahasiswa ketika ingin menuntaskan urusan akademik. Oleh karena itu, adanya ospek yang ada ditingkat jurusan, akan membantu mahasiswa baru dalam mengenal lebih detail mengenai jurusannya.

Transformer telah dikenal bertahun-tahun sebagai nama resmi dari kegiatan ospek yang ada di jurusan Ilmu Ekonomi FEB UB.  Merupakan akronim dari Transition of New Student for Maximizing Economic Role, yang berarti masa transisi bagi mahasiswa baru guna memaksimalkan peranannya dalam lingkup ekonomi. Tetapi untuk tahun 2018 ini, panitia ospek yang dipimpin oleh Salman Baqi (IE 2016) sebagai ketua pelaksana dan Roby A. Zamora (IE 2016) sebagai koordinator acara, menjelaskan akan ada lima nilai utama yang dibawa oleh Transformer. Kelima nilai itu ialah Religius, Prestatif, Berwawasan, Etika, dan Peduli. Salah satu perwujuan dari lima nilai tersebut ialah akan diselenggarakannya mass movement yang bertujuan untuk melatih kepedulian mahasiswa baru akan jurusannya. Bentuk kegiatan ini nantinya akan berupa operasi semut dimana para mahasiswa baru akan bersama-sama membersihkan lingkungan jurusan dan fakultas.

Menurut Roby, adanya ospek jurusan ini akan memberikan penjelasan yang lebih mendalam kepada para mahasiswa baru mengenai jurusan Ilmu Ekonomi. “Karena,menurutku adanya ospek jurusan ini akan lebih menjelaskan apa yang tidak disampaikan di ospek fakultas. Karena ospek fakultas sifatnya pengenalan secara makro. Sedangkan kami akan lebih bersifat mikro dan spesifik pada jurusan IE”, terang Roby. Selain untuk mengenalkan jurusan, Transformers juga memberikan suntikan semangat dan kebanggan mahasiswa baru atas jurusan IE. “ Ya salah satunya kami akan mengundang kakak tingkat yang punya sifat ABC (Aktif, Berprestasi, Cumlaude) sebagai pemateri kami”, ujar Roby.

Selain itu Salman dan Roby juga mempunyai harapan bagi mahasiswa baru nantinya. “Harapan saya, nanti apabila sudah mengikuti rangkaian ospek, nilai-nilai yang kami bawa itu bisa diterapkan oleh mahasiswa baru di kehidupan sehari-hari mereka”, ujar Salman. Senanda dengan Salman, Roby juga berharap nilai-nilai Transformers pada tahun ini juga diterapkan juga oleh panitia. “Ya karena panitia, juga harus memberi contoh yang baik bagi adik-adiknya”, ujar Roby.

Dekan Turut Sambut Mahasiswa Baru serta Perkenalkan Jajaran Pimpinan FEB UB

$
0
0

MALANG – Rabu (15/8) pagi, nampak pemandangan yang berbeda dari biasanya. Lapangan atas, tengah dan bawah FEB UB dipenuhi oleh mahasiswa berseragam putih hitam, karena tengah berlangsung acara Perkenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMABA) FEB UB 2018. PKKMABA kali ini bertajuk REVOLUTION dengan mengusung tema “A Revolusionist that Creates the Unity through Harmonized Culture”. Acara ini turut dihadiri oleh Dekan serta jajaran pimpinan FEB UB untuk menyambut para mahasiswa baru.

“Selamat bergabung dengan kampus kebanggaan masyarakat Indonesia, Anda harus bangga bisa bergabung dengan FEB UB yang hampir semua prodinya terakreditasi A, Anda juga harus bangga karena FEB UB ini semua prodi S2 telah terakreditasi internasional, jurusan Akuntansi telah terakreditasi internasional ACCA, jurusan Manajemen dan Ilmu Ekonomi juga terakreditasi internasional AUN-QA.”ujar Drs. Nurkholis, M.Buss., Ak., Ph.D. selaku Dekan FEB UB dengan bangga.

Selain menyambut dan memaparkan prestasi FEB UB yang telah banyak mendapatkan akreditasi nasional maupun internasional, beliau juga menghimbau mahasiswa baru agar lulus tepat waktu serta giat mengikuti organisasi kemahasiswaan yang terdapat di FEB UB karena manfaat berorganisasi akan dapat dirasakan setelah lulus nantinya.

Kemudian Dekan FEB UB mulai memperkenalkan jajaran pemimpin yang terdapat di FEB UB. Mulai dari Abdul Ghofar, SE., M.Si., DBA., Ak. (Wakil Dekan I), Ainur Rofiq, SE., MM., Ph.D (Wakil Dekan II), Dr. Moh. Khusaini, SE., M.Si., MA (Wakil Dekan III), Dr.rer.pol. Wildan Syafitri , SE., ME (Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi), Risna Wijayanti, SE., MM. (Sekretaris Jurusan Manajemen), Dr. Drs. Roekhudin, M.Si., Ak. (Ketua Jurusan Akuntansi), Dr. Nurul Badriyah, SE.,ME. (Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi), Yeney Widya Prihatiningtias, DBA., Ak., CA. (Sekretaris Jurusan Akuntansi), Dra. Marlina Ekawati, M.Si., Ph.D. (Kaprodi S1 Ilmu Ekonomi), Arif Hoetoro, SE., MT., Ph.D (KPS Ekonomi Islam), Setyo Tr Wahyudi, SE., MEc., Ph.D (Kaprodi Ekonomi Keuangan Perbankan), Dr. Dra. Endang Mardiati, M.Si., Ak. (KPS S1 Akuntansi), Dr. Siti Aisjah, SE., MS. (KPS S1 Manajemen), Drs. Imam Subekti, Ak., M.Si., Ph.D. (KPS S1 Internasional Akuntansi), Prof. Dr. Khusnul Ashar, SE., M.A. (Kepala BPPM)  Drs. Kadri (Kepala TU), Sarji, SE (Kasubag. Keuangan dan Kepegawaian) Emmy Juliningrum, SE, M.M (Kasubag. Akademik) Soeharto, SE (Kasubag. Kemahasiswaan dan Alumni), dan Setu, SE., M.MA. (Kasubag. Umum dan Barang Milik Negara).

Mahasiswa baru bertepuk tangan dengan meriah dalam sesi ini. Akhir kata, Drs. Nurkholis, M.Buss., Ak., Ph.D. mengungkapkan apresiasinya terhadap segenap fungsionaris BEM dan panitia, serta mengucapkan selamat datang dan bergabung untuk mahasiswa baru dalam keluarga FEB UB. Kemudian sesi sambutan diakhiri dengan pengalungan id card sebagai simbolis dibukanya rangkaian REVOLUTION oleh Dekan FEB UB.

4 Hal Menarik tentang PKKMABA FEB UB 2018

$
0
0

PKKMABA FEB UB 2018 atau lebih dikenal dengan REVOLUTION telah berhasil melaksanakan beberapa rangkaian kegiatannya, seperti Revolution Center, Revolution Day 1, Revolution Day 2 dan Wonderful KM. Dengan taglineA Revolusionist that Creates the Unity thrugh Harmonized Culture”, PKKMABA FEB 2018 ingin menanamkan tujuh nilai pada mahasiswa baru, yaitu Religiusitas, Etika, Kepedulian, Intelektualitas, Inovatif, Nasionalisme, dan Integritas. Nauval Fais (Asisten Koordinator Divisi Acara) membeberkan empat hal menarik seputar PKKMABA  2018 kali ini, empat hal tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Revolution Center secara Online

Hal ini merupakan yang pertama kali dilakukan sepanjang perjalanan PKKMABA. Revolution Center merupakan rangkaian kegiatan untuk memberikan informasi terkait penugasan, tata tertib PKKMABA FEB UB 2018, dan info seputar FEB UB. Kegiatan ini menjadi wadah bagi mahasiswa baru untuk melakukan konsultasi terkait hal-hal yang belum dimengerti. Meski pertama kali dilaksanakan secara online, namun acaranya berhasil terlaksana dengan baik.

  1. Mobilisasi yang Minim

Jika PKKMABA di tahun-tahun sebelumnya mahasiswa baru yang mendatangi pemateri, tahun ini justru sebaliknya. Mahasiswa baru hanya perlu stay di satu tempat, dan pemateri yang akan melakukan mobilisasi. Hal ini tentu membuat mahasiswa baru senang, karena tidak perlu melakukan mobilisasi, sehingga materi menjadi lebih mudah diterima.

  1. Simulasi Aksi di ORMAWA

Sepanjang perjalanan PKKMABA, tahun ini untuk pertama kali dalam ORMAWA terdapat simulasi aksi. Mahasiswa baru akan diajarkan bagaimana cara melakukan aksi serta bagaimana mekanisme aksi yang benar. Hal ini dilakukan agar mahasiswa baru ke depannya dapat menyuarakan aspirasi rakyat dengan cara yang benar.

  1. Ajang Penyatuan KM FEB UB

Demi mensukseskan rangkaian PKKMABA FEB UB 2018,  seluruh elemen dalam KM (Keluarga Mahasiswa) FEB UB turut terlibat dalam pengenalan ULTRAS (Supporter FEB UB). Tidak hanya panitia dan mahasiswa baru, namun seluruh lembaga KM FEB UB turut memperkenalkan ULTRAS di hadapan mahasiswa baru. Hal ini dapat menjadi ajang penyatuan KM FEB UB.

Open House KM FEB UB : Gerbang Mahasiswa Baru Kenali Lembaga di FEB UB

$
0
0

Senin-Selasa (20/8/2018-21/8/2018), nampak pemandangan yang berbeda di lapangan tengah dan lapangan bawah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, nuansa 17 Agustus-an begitu kental di sana, rupanya tengah dilaksanakan Open House Keluarga Mahasiswa FEB UB. Dengan mengusung tema Summer yang diakulturasikan dengan Kemerdekaan RI, acara ini ramai dikunjungi oleh mahasiswa baru FEB UB. Terbukti dari jumlah pengunjung yang lebih dari 1.000 orang dalam dua hari untuk mampir dan melihat stand-stand lembaga yang ada.

Mahasiswa baru FEB UB yang identik dengan setelan pakaian hitam putih nampak berlalu lalang dengan wajah sumringah dan bersemangat menghampiri satu stand ke stand yang lainnya, serta berbincang-bincang dengan penjaga tiap-tiap stand. Mereka nampak begitu antusias untuk mendaftar di organisasi yang ada di FEB UB.

Fahmi Fahrizal (Koordinator Divisi Humas) memaparkan bahwa tujuan Open House kali ini yakni menjadi gerbang pertama bagi mahasiswa baru FEB UB dalam mengenal lembaga yang ada di KM FEB UB, serta mem-branding lembaga di KM FEB guna menarik minat mahasiswa baru agar mau memanfaatkan kesempatan mengembangkan bakat dan minatnya secara optimal.

Fahmi juga menceritakan bahwa sebanyak 5 LO, 7 LSO, dan 7 Komunitas yang terdapat di FEB UB turut memeriahkan dan memanfaatkan acara ini dengan sebaik mungkin guna menggaet mahasiswa baru menjadi anggota dalam lembaga masing-masing. Tak hanya stand lembaga, stand foodtruck pun juga ada. Acara ini juga turut dimeriahkan dengan penampilan dari lembaga di bidang seni di FEB UB, seperti pembacaan puisi dari EGO dan penampilan dance dari EDC.

“Saya berharap Open House mampu memberikan first impression yang baik bagi teman-teman mahasiswa baru sehingga dapat menimbulkan ketertarikan untuk terlibat di dalam lembaga tersebut”ujar Fahmi.

Tanamkan Nilai Religiusitas, PKKMABA FEB UB Adakan Kegiatan Mentoring untuk Mahasiswa Baru

$
0
0

Rangkaian PKKMABA FEB UB masih terus berlanjut, salah satu rangkaian yang telah terlaksana pada Minggu (26/8/2018) adalah Revolution in Character Quality. Sesuai dengan namanya, acara ini bertujuan untuk menanamkan niai religiusitas kepada mahasiswa baru FEB UB serta agar mahasiswa baru FEB UB dekat dengan Tuhannya. Acara ini terbagi di beberapa tempat, untuk mahasiswa baru perempuan di Aula D3 dan beberapa kelas di gedung D FEB UB. Sementara untuk mahasiswa baru laki-laki ditempatkan di  Surau Ar-Rahman dan beberapa kelas di gedung E FEB UB.

Fatimah Kharisma Amalia (Staff Divisi Acara) memaparkan bahwa kegiatan ini akan dilaksanakan secara bertahap, dengan fokus pembahasan yang berbeda-beda di tiap pertemuannya. Pembahasan di pertemuan pertama mengenai muhasabah diri serta pentingnya agama dan tujuan hidup, di pertemuan kedua terkait dengan ibadah, di pertemuan ketiga terkait dengan dosa, dan di pertemuan terakhir akan dibahas menganai persaudaraan.

Mahasiswa baru FEB UB dimentori oleh 56 orang mentor yang berasal dari lembaga-lembaga agama di FEB UB dan UB. Namun sebelum sesi mentoring dimulai, mahasiswa baru mendapatkan sambutan terlebih dahulu dari Tazki Theosofi selaku Ketua Pelaksana PKKMABA FEB 2018 dan Affan Irhamsyah selaku pencetus adanya kegiatan penanaman religiusitas untuk mahasiswa baru sejak PKKMABA FEB 2017.

Meski hanya berlangsung selama 2,5 jam saja, namun antusias mahasiswa baru sangat kentara, terbukti dari banyaknya mahasiswa baru yang mengajak mentornya untuk ber-selfie ria dan diskusi yang hangat selama mentoring berlangsung. Fatimah berharap dengan adanya kegiatan ini mahasiswa baru dapat menanamkan nilai religiusitas dalam kehidupan sehari-harinya serta berakhlak mulia.


ECONOMICS TIME 2018 “REVOLUSI INDUSTRI 4.0”

$
0
0

ECONOMICS TIME 2018 merupakan suatu program kerja dari Departemen Penelitian dan Pengembangan (LITBANG) HMJIE FEB-UB yang dilaksanakan dalam satu periode kepengurusan HMJIE FEB-UB. Kegiatan ini merupakan Seminar Nasional mengenai Mempersiapakan Bonus Demografi dalam Menyongsong Revolusi Industri 4.0 .

Kegiatan ini bertemakan “Revolustri Indutri 4.0”. Maksud dan tujuan dari diadakannya kegiatan ini adalah Meningkatkan keahlian mahasiswa dalam mengkaji masalah perekonomian, Membiasakan pola berpikir yang peka terhadap perubahan kondisi perekonomian, Membuka wawasan berpikir yang integral dan faktual, Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menyampaikan pendapat dan Membangun mahasiswa Ilmu Ekonomi yang kritis.

            Kegiatan ini akan dilaksanakan pada tanggal 11 Oktober 2018 dan bertempat di Gedung Widyaloka Universitas Brawijaya. Kegiatan ini akan menghadirkan tiga pemateri. Pemateri satu yakni Ir. Airlangga Hartarto,MBA,MMT yang saat ini menjabat sebagai menteri perindustrian. Pemateri dua yakni Rieke Diah Pitaloka Intan Purnamasari, seorang Ketua Umum KRPI (Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia). Dan pemateri tiga yakni Dias Satria P.hd, salah satu dosen Ilmu Ekonomi di FEB Universitas Brawijaya.

Contact Person

Katon Prasetyo Wibowo

082112705125

Bangun Kewirausahaan dengan Memanfaatkan Potensi Desa, Jurusan Manajemen FEB UB Adakan Pelatihan dengan Kemendes

$
0
0

MALANG – Jum’at (31/8/2018), bertempat di Ruang Sidang Utama Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, telah berlangsung acara Pelatihan Prukades Angkatan ke-3 Kewirausahaan Perguruan Tinggi Desa, yang mana kali ini bekerjasama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI.

Acara yang berlangsung selama lima hari sejak 28 Agustus 2018 sampai dengan 1 September 2018 ini diikuti oleh 30 mahasiswa umum yang berasal dari berbagai jurusan, mulai dari Jurusan Manajemen, Jurusan Akuntansi, Jurusan Ilmu Ekonomi, bahkan adapula yang berasal dari jurusan Hubungan Internasional.

Sejalan dengan program dari pemerintah pusat untuk mengembangkan potensi desa, Kementerian Desa mengadakan pelatihan Produk Unggulan Kawasan Pedesaan (Prukades) dengan tujuan memperkuat sinergitas antara kewirausahaan yang dimunculkan mahasiswa dengan pengembangan potensi desa.

Sigit Pramono, SE, MSc. (Ketua Lab Kewirausahaan FEB UB) menceritakan bahwa selain menghadirkan pembicara dari Balai Besar Latihan Masyarakat Yogyakarta, dihadirkan pula pembicara internal dari FEB UB, yaitu Prof. Dr. Margono Setiawan, SE, SU (Dosen FEB UB) dan Ananda Sabil Hussein, SE., M.Com., Ph.D (KPS Kewrirausahaan FEB UB).

Secara garis besar, materi yang disampaikan dalam pelatihan ini adalah perihal potensi pedesaan dan kewirausahaan berbasis potensi desa di Jawa Timur, pemetaan potensi diri dalam pengembangan kewirausahaan, serta upaya yang dapat dilakukan mahasiswa untuk desa.

Mahasiswa yang berpartisipasi merasa bahwa acara pelatihan ini sangat bermanfaat, salah satu yang merasa demikian adalah Khamdan Yuwafi (Manajemen 2017). ”Selama lima hari kami digembleng dengan ilmu kewirausahaan. Tidak hanya itu, kami juga diarahkan untuk menjadi wirausaha sosial  yang harapannya dapat membangun daerah asal kami, karena sesungguhnya daerah asal kami memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan”katanya.

Meski baru pertama kali dilaksanakan di FEB UB, Sigit berharap mahasiswa dapat menciptakan ide bisnis yang sustainable dengan memanfaatkan potensi desa. Selain itu, ia juga berharap acara ini tidak berhenti sampai di sini saja. “Saya berharap ada pendampingan bagi mereka yang ingin ’kembali ke desa’”ujarnya.

Kunjungan Program Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Tangerang

$
0
0

Jum’at (07/09/2018), Program Magister Manajemen FEB UB telah menerima kunjungan dari Program Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Tangerang di Aula Gedung F lantai 7 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Dari pihak MM UMT dihadiri oleh Ir. H. Aep Ruhandi, M.Ed., Ph.D. selaku Kaprodi MM UMT bersama  21 mahasiswanya. Acara ini juga dihadiri oleh Dr. Kusuma Ratna selaku Kaprodi MM FEB UB.  Beliau menyambut dengan hangat dan menyampaikan terimakasih atas kunjungan yang dilakukan UMT.

Dalam sambutannya, Ir. H. Aep Ruhandi, M.Ed., Ph.D. menyampaikan bahwa maksud dan tujuannya berkunjung ke Program MM FEB UB adalah untuk membedah kurikulum serta ingin mengetahui bagaimana kerjasama antara dosen dan mahasiswa dalam menulis karya tulis agar dapat terindex di database internasional seperti salah satunya adalah Scopus.

Kemudian acara dilanjutkan dengan penyampaian materi dari Dr. Kusuma Ratna. Beliau menyampaikan banyak hal terkait Program Magister Manajemen di UB, mulai dari visi misi, profil lulusan, program pendidikan, mata kuliah wajib, mata kuliah peminatan, fasilitas, dan bahasan terkait akademik lainnya. Setelah penyampaian materi dari Dr. Kusuma Ratna, berlangsunglah sesi tanya jawab. Mahasiswa rupanya begitu antusias dan bersemangat untuk memperoleh informasi lebih dalam terkait Program MM di FEB UB.

Di penghujung acara, sebelum berkeliling melihat fasilitas di FEB UB, Ir. H. Aep Ruhandi, M.Ed., Ph.D. mengucapkan terima kasih kepada Program Studi MM UB dan sebagai wujud apresiasi, kedua belah pihak saling memberikan cinderamata dan diakhiri dengan foto bersama.

53 Mahasiswa FEB UB Telah Menjalani Yudisium Semester Ganjil TA. 2018/2019

$
0
0

Senin (09/09/2018), bertempat di Aula Gedung F lantai 7 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya telah berlangsung sidang yudisium semester ganjil tahun akademik 2018/2019 FEB UB. Acara ini dihadiri oleh Dr. Moh. Khusaini , SE., M.Si., MA.  selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan FEB UB, Setyo Tri Wahyudi, SE., MEc., Ph.D. selaku Kaprodi Ekonomi, Keuangan dan Perbankan, Risna Wijayanti, SE., MM. Selaku Sekjur Manajemen, Yeney Widya Prihatiningtias, SE., Ak., MSA., DBA. Selaku Sekjur Akuntansi, dan peserta yudisium sebanyak 53 mahasiswa.

53 peserta yudisium terdiri dari 17 mahasiswa Ilmu Ekonomi, 18 mahasiswa Manajemen, 18 mahasiswa Akuntansi. Sebelum pembacaan surat keputusan Dekan, Dr. Moh. Khusaini , SE., M.Si., MA.  mengucapkan selamat kepada mahasiswa karena telah menjalani yudisium, yang berarti bahwa mahasiswa akan melewati satu langkah menuju kesuksesan. “Saudara akan menjadi sarjana ekonomi, artinya dengan yudisium ini saudara bisa melewati satu langkah kesuksesan dalam hidup saudara”katanya.

Beliau juga berpesan agar mahasiswa menyeimbangkan antara ilmu dan iman sebaagai kunci dari sebuah kesuksesaan di dunia maupun di akhirat. Tak lupa pula beliau menghimbau agar mahasiswa tetap menjaga nama baik almamter dimanapun mereka berkarir nantinya. Kemudian setelah dibacakan Surat Keputusan Dekan, dibacakan pula hasil keputusannya oleh petinggi di masing-masing jurusan.

Menuju penghujung acara, salah seorang perakilan mahasiswa maju untuk menyampaikan pesan dan kesan selama menempuh pendidikan di FEB UB, ia adalah Gede Krisnawan (Akuntansi 2014). Dalam sambutannya, ia mengutarakan bahwa ia sangat bersyukur dapat menimba ilmu di FEB UB dan bersyukur telah disuguhi berbagai lembaga kemahasiswaan di FEB UB. Setelah itu, acara diakhiri dengan sesi pemberian selamat dari jajaran petinggi FEB UB.

Legacy Pembangunan

$
0
0

PEMBANGUNAN adalah suatu proses kemajuan yang selalu diharapkan terjadi secara berkesinambungan di suatu negara. Akan tetapi akselerasinya cukup beragam. Ada yang bisa berjalan cepat, ada pula yang lambat, macet (stagnasi), atau bahkan menurun (degradasi).

Beberapa negara di Eropa telah mengalami proses pembangunan yang sudah cukup matang seperti pembangunan secara kelembagaan, termasuk di dalamnya terkait dengan etika dan kepatuhan (compliance) yang telah mapan. Dan tentu saja untuk mencapai kondisi seperti itu mereka telah melewati serangkaian proses jatuh bangun yang berbuah pada terwujudnya kestabilan nasional yang mengagumkan.

Negara-negara ini telah mampu melewati fase yang paling penting dalam bernegara, yakni mengantarkan tatanan hukum yang tegas dan budaya yang sehat sehingga tercipta kestabilan yang turut menjadi bagian penting dari kerangka kelembagaan (institutional framework) dan mendukung proses pembangunan ekonomi suatu bangsa. Kerangka kelembagaan bisa dianggap sebagai panduan bagi para usahawan pembangunan.

Sementara itu di Indonesia sendiri kita sering kali berhadap-hadapan dengan desain kelembagaan yang disebut-sebut berbiaya ekonomi cukup tinggi. Katakanlah dari segi perencanaan kebijakan sering kali terjadi tumpang tindih kebijakan beserta tata aturannya yang terkadang berganti-ganti dalam waktu yang berdekatan.

Akibatnya banyak pelaksana (baik dari unsur pemerintah maupun masyarakat) yang geraknya serba-kebingungan dan takut untuk menegakkan kebijakan-kebijakan karena kurangnya kepastian hukum. Padahal adanya kerangka kelembagaan yang jelas dan kuat akan mempermudah seluruh cipta dan karsa (kebijakan) masyarakat serta negara untuk mengisi ruang yang sudah dibentuk oleh kejelasan hukum dengan tata aturan yang mengikat. Alhasil kita sering kali menyaksikan berbagai bentuk kinerja pemerintah yang output-nya cenderung kurang efektif (kurang tepat sasaran) dan kurang efisien (berbiaya tinggi).

Muasalnya disinyalir berangkat dari sistem kepemimpinan yang kurang lugas dan cermat, khususnya ketika organisasi yang sedang dipimpin menghadapi pilihan-pilihan yang paradoksal. Dalam kondisi tertentu, kepemimpinan memang harus berani melakukan sesuatu untuk mengisi ruang yang sudah diikat dengan kerangka kelembagaan yang kuat tersebut di mana pemimpin tersebut akan berhadapan dengan pilihan-pilihan yang lebih pendek (pragmatis) atau yang berjangka panjang.

Hal mendasar yang perlu dipahami adalah bahwa tidak ada kebijakan yang diambil yang dapat memuaskan 100% masyarakat. Karena dengan latar belakang golongan dan kepentingan yang sangat beragam, seorang pemimpin harus bersiap dengan munculnya berbagai respons yang terkadang bertentangan.

Dengan kata lain, akan selalu ada trade off dalam setiap kebijakan dan pemimpin yang baik adalah yang mampu mendeteksi kekurangan serta mengelolanya agar menjadi lebih baik hingga terus berkurang dampak negatifnya, khususnya dari kelompok yang kurang puas dengan kebijakan yang diambilnya.

Hal serupa juga pernah terjadi (atau bahkan masih berlangsung) di Eropa. Di sana banyak pemimpin dan kelompok kepentingan yang bertarung untuk menegakkan tata aturan dan norma hukum hingga pada akhirnya ditemukan desain kelembagaan yang paling sesuai dengan kondisi bangsanya. Sistem pendidikan dan kultur sosial yang modern (dari sisi pengelolaan yang efektif dan efisien) dipadukan dengan semangat politisinya yang ingin negaranya bisa lebih baik, minimal bila dibandingkan dengan para tetangganya.

Kita tentu tidak ingin kalah dengan semangat negara-negara Eropa. Apalagi tidak semua negara di dunia memiliki karakteristik potensi sebesar yang kita miliki saat ini.

Kita memiliki sumber daya manusia dengan jumlah yang sangat banyak. Sumber daya alam yang ada di perut dan permukaan bumi Indonesia juga sangat beragam dan melimpah ruah. Kalau sampai negara kita tidak kunjung berkembang pesat, tandanya ada yang salah dalam sistem pengelolaannya. Potensi secara kuantitas belum dipadukan dengan kualitas yang mumpuni.

Tentunya kita juga tidak bisa terjebak dengan menyalahkan “dosa-dosa” pemimpin di masa lalu. Ketika kita tahu bahwa ada berbagai macam kekurangan dalam pengelolaan negara di masa-masa lampau, sebagai insan yang terdidik dan bermoral sudah sepantasnya kita justru harus perlahan-lahan memperbaikinya. Tujuannya agar kelak anak cucu kita tidak lantas terjebak seperti kita dengan hanya bisa menyalahkan masa lalu.

Legacy kebijakan teramat penting untuk diarahkan agar memiliki manfaat dalam jangka panjang. Setidaknya agar nanti mereka (generasi mendatang) sudah memiliki field yang rapi dan kuat untuk melanjutkan pembangunan bangsanya.

Contoh yang paling nyata adalah terkait kebijakan kontrak karya Freeport. Banyak kalangan yang menilai bahwa ini adalah warisan yang buruk dari era Orde Baru. Mereka yang menandatangani, lantas generasi sekarang seperti kebakaran jenggot karena menganggap kita hanya mendapatkan kue yang minimalis atas eksploitasi tambang dengan potensi yang hasilnya sangat menggiurkan.

Dan di era Presiden Joko Widodo sekarang ini, beberapa agennya (menteri dan beberapa pihak lainnya) sudah mulai membuat serangkaian langkah maju dengan melakukan divestasi saham dengan Freeport––kendati tidak sedikit pihak yang mempertanyakan ketepatan kebijakan tersebut. Logika yang digunakan adalah bahwa kontrak karya PT Freeport Indonesia akan usai pada 2021.

Normalnya setelah kontrak tersebut berakhir, pengelolaan akan menjadi kekuasaan absolut bagi kita (bangsa Indonesia) sebagai pemilik lahan tambang tersebut. Akan tetapi berita pasti mengenai mekanisme divestasi dan/atau peralihan kekuasaan tentang Freeport masih mengandung banyak tanda tanya. Apakah benar setelah 2021 Freeport akan sepenuhnya menjadi milik kita ataukah tidak, seharusnya pemerintah yang paling lantang menjelaskan.

Terkait dengan kebijakan divestasi pun dibutuhkan penegasan. Hal itu agar masyarakat tidak semakin mudah terbawa isu yang simpang siur sehingga nanti kita lagi-lagi akan terbelah dengan perbedaan pendapat. Apalagi dana yang digunakan untuk divestasi sangat besar meskipun (jika itu benar) asalnya bukan dari APBN murni, melainkan patungan dengan PT Inalum selaku BUMN di bidang pertambangan SDA.

Menjelang memasuki fase-fase puncak pemilihan presiden dan anggota legislatif pada 2019, kita perlu lebih berhati-hati sebelum menentukan pilihan siapa yang nantikan akan menjadi “wakil” kita. Kita tentu berharap agar orang-orang yang baik, cerdas, tangguh, dan adil menjadi pemimpin-pemimpin di pucuk kekuasaan.

Selain itu mereka juga harus berani mengutamakan kepentingan rakyatnya di atas kepentingan partai ataupun golongannya. Keberanian untuk berbuat baik (tanpa rasa takut akan kerugian atau tidak populer) tentu sangat diperlukan.

Pemimpin yang takut membuat keputusan (yang positif) akan menghambat laju pembangunan karena pemerintah atau unit usaha pemerintah di bawahnya bisa terjebak dengan “takut” untuk melakukan breakthrough dalam menjalankan bisnisnya (obsession of fear). Kita sangat membutuhkan gaya kepemimpinan yang lurus kepentingannya dan 100% memikirkan pembangunan bagi rakyatnya. Mereka perlu yakin bahwa peninggalan yang baik akan terus dikenang (legacy) dan bisa menjadi dasar kebijakan berikutnya sehingga dasar-dasar kebijakan perlu diawali niat yang tulus untuk membangun bangsanya, tidak hanya untuk kepentingan golongannya.

Kita juga perlu menyemangati agar para pemimpin kita pada saat ini dapat terus melakukan sesuatu yang baik tanpa perlu khawatir bahwa yang tidak puas akan selalu melawan atau protes. Tentunya perlu dibekali perencanaan pembangunan yang baik, sistem komunikasi yang efektif, dan kerangka kelembagaan yang efisien yang bersumber pada kepentingan masyarakat sebagai keutamaannya.

Melalui itu semua, kelemahan tersebut seharusnya akan lebih mudah dikelola dan diselesaikan. Setidaknya masyarakat akan setia berdiri di belakang pemerintah sebagai pengawal jalannya pembangunan yang tengah diupayakan. Dengan demikian kerangka kelembagaan yang berupa tata aturan, norma hukum, dan penegakan hukum akan memandu seorang pemimpin untuk membuat legacy yang akan dikenang anak cucu dan keberlangsungan negara kita.

Dalam kondisi yang sebaliknya, jika seorang pemimpin justru tidak mampu bertindak arif dan adil, lambat laun mereka kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Bisa dibayangkan jika semua berpikir pragmatis dan berjangka pendek, ini berarti mereka tidak pada jalan membangun bangsa dan tidak akan ada legacy positif yang dapat ditinggalkan. Jangan sampai penyusunan hukum dan aturan main yang ditegakkan saat ini hanyalah untuk kepentingan sesaat dan interest kalangan tertentu.

Yakin saja bahwa kebenaran masih dipegang teguh oleh sebagian besar masyarakat kita. Oleh karena itu, untuk para pemimpin kita saat ini dan di masa-masa yang akan datang, bangunlah bangsa ini dengan perjuangan dan legacy yang dapat terus dikenang. Amin.

Candra Fajri Ananda
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya

Viewing all 811 articles
Browse latest View live